Pengertian persalinan
Persalinan
adalah proses di mana bayi, plasenta, selaput ketuban keluar dari uterus ibu.
Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup
bulan (setelah kehamilan 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit
(Winknjosastro, 2008, Hlm.37). Helen Varney mengatakan persalinan adalah
rangkaian proses yang berakhir dengan pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu.
Proses ini dimulai dengan kontraksi persalinan sejati, yang ditandai oleh
perubahan progresif pada serviks, dan diakhiri dengan kelahiran plasenta
(Varney,H, 2007, Hlm. 672). Persalinan dan kelahiran normal adalah proses
pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan, lahir spontan dengan
presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik
pada ibu maupun pada janin (Saifuddin, 2006, Hlm.100). Tanda-tanda persalinan
yaitu rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering dan teratur,
keluar darah lendir yang banyak karena robekan-robekan kecil pada serviks,
terkadang ketuban pecah dengan sendirinya, pada pemeriksaan dalam didapat
serviks yang mendatar dan pembukaan jalan sudah ada (Yeyeh, Ai, 2009, Hlm. 9).
Proses
dinamik dari persalinan meliputi empat komponen yang saling berkaitan yang
mempengaruhi baik mulainya dan kemajuan persalinan. Empat komponen ini adalah passanger
(janin), passage (pelvis ibu), power (kontraksi uterus), dan Psikis
(status emosi ibu). Bila persalinan dimulai, interaksi antara passanger,
passage, power, dan psikis harus sinkron untuk terjadinya kelahiran
pervaginam spontan (Wlash, linda, 2007, Hlm.300).
Pengertian nyeri
Nyeri
didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya
diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif
dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan
jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya
kerusakan.
Pengertian nyeri persalinan
Rasa nyeri pada persalinan adalah manifestasi dari
adanya kontraksi (pemendekan) otot rahim. nah kontraksi rahim inilah yang
menimbulkan rasa sakit pada pinggang, daerah perut dan dapat menjalar ke arah
paha.
kontraksi ini menyebabkan adanya pembukaan mulut rahim. dengan adanya pembukaan mulut rahim maka akan terjadi persalinan.
rasa nyeri yang ditimbulkan oleh kontraksi rahim ini dapat dikurangi antara lain dengan cara :
- memberi rasa nyaman pada ibu bersalin
- menggunakan teknik pernafasan tertentu
- menggunakan anastesi (pembiusan)
- menggunakan obat-obatan sedativa (penenang)
kontraksi ini menyebabkan adanya pembukaan mulut rahim. dengan adanya pembukaan mulut rahim maka akan terjadi persalinan.
rasa nyeri yang ditimbulkan oleh kontraksi rahim ini dapat dikurangi antara lain dengan cara :
- memberi rasa nyaman pada ibu bersalin
- menggunakan teknik pernafasan tertentu
- menggunakan anastesi (pembiusan)
- menggunakan obat-obatan sedativa (penenang)
Definisi Kecemasan
Cemas
adalah suatu emosi yang dihubungkan dengan kehamilan, cemas mungkin emosi
positif sebagai perlindungan menghadapi kecemasan, yang bisa menjadi masalah
apabila berlebihan (Salmah, 2006, Hlm.82). Kecemasan merupakan respon individu
terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk
hidup dalam sehari-hari ataupun respon emosi tanpa objek yang spesifik yang
secara subjektif dialami dan di komunikasikan secara interpersonal seperti
kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang
tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya
(Suliswati, 2005, Hlm.108). Menurut Stuart (2006, Hlm.144) definisi kecemasan
merupakan kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, berkaitan dengan perasaan
tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek spesifik
kecemasan dialami secara subyektif dan dikomunikasikan secara interpersonal dan
berada dalam suatu rentang.
Macam Atau Diagnosa
Kecemasan
1) Kecemasan Akut
Definisi : Pada keadaan ini perasaan sakit berat dan
takut bisa berjalan beberapa menit atau beberapa jam. Mungkin penderita sadar,
sebelumnya punya pengalaman emosi ( biasa terdapat pada ibu yang akan bersalin
).
Gejala – gejala :
a) Perasaan takut.
b) Mudah berdebar
– debar.
c) Hyperventilasi.
d) Perasaan payah ( lemah, lesu ).
e) Tachy cardi.
f) Hyperhyrosis.
g) Pernafasan
kasar.
h) Hypertensi
sifatnya sistolik.
i) Diarrhee.
j) Polyuri (
sering kencing ).
k) Perasaan
tersumbat ditenggorokan dan sebagainya.
2) Kecemasan
Kronis
Definisi
: Kecemasan timbul untuk sebab yang tidak diketahui ( tidak disadari ).
Mungkin karena penderita tidak tahu sebab maka justru kecemasannya akan
bertambah, sehingga fisik makin bertambah pula.
Gejala – gejala :
a) Sakit kepala.
b) Keluhan –
keluhan gastro intestinal.
c) Kelelahan.
d) Pada
pemeriksaan fisik lengkap tidak ditemukan kelainan apa – apa.
Tingkat kecemasan
Peplau
membagi tingkat kecemasan ada empat (Stuart, 2001) yaitu:
Kecemasan
ringan yang berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari.
Kecemasan ini menyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan lapang
persepsinya. Kecemasan ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan
pertumbuhan serta kreativitas.
b. Kecemasan
sedang yang memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting dan
mengesampingkan hal yang lain. Kecemasan ini mempersempit lapang persepsi
individu. Dengan demikian individu mengalami tindak pehatian yang selektif
namun dapat berfokus pada lebih banyak area jika diarahkan untuk melakukannya.
c. Kecemasan berat yang sangat mengurangi lapang
persepsi individu. Individu cenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan
spesifik serta tidak berfikir tentang hal lain. Semua perilaku ditunjukkan
untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak arahan untuk
berfokus pada area lain.
d. Tingkat panik dari kecemasan berhubungan
dengan terpengarah, ketakutan dan teror. Hal yang rinci terpecah dari
proporsinya. Karena mengalami kehilangan kendali, individu yang mengalami panik
tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan arahan. Panik mencakup
disorganisasi kepribadian dan menimbulkan peningkatan aktivitas motorik, menurunnya
kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan
kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat kecemasan ini sejalan dengan
kehidupan, jika berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi
kelelahan dan kematian.
Ø Ciri-Ciri
Kecemasan
Menurut
Brenda Goodner ciri-ciri kecemasan adalah :
1. Kecemasan Ringan
- Meningkatkan kesadaran
- Terangsang untuk melakukan tindakan
- Termotivasi secara positif
- Sedikit mengalami
peningkatan tanda-tanda vital
2. Kecemasan Sedang
- Lebih tegang
- Menurunnya
konsentrasi dan persepsi
- Sadar, tapi fokusnya
sempit
- Sedikit mengalami
tanda-tanda vital
- Gejala-gejala fisik
tidak berkembang : sakit kepala, sering berkemih, mual, palpitasi, letih.
3. Kecemasan Berat
- Persepsi menjadi terganggu
- Perasaan tentang
terancam atau takut meningkat
- Komunikasi menjadi terganggu
- Mengalami peningkatan tanda-tanda vital lebih
dramatis, diare, palpitasi, nyeri dada, muntah
4. Panik
- Perasaan terancam
- Gangguan realitas
- Tidak mudah untuk berkomunikasi
- Kombinasi dari gejala-gejala fisik yang disebutkan
diatas dengan peningkatan tanda-tanda vital akan lebih awal dari tanda panik,
tetapi akan lebih buruk jika intervensi yang dilakukan gagal.
- Dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain.
Masa kehamilan dan kecemasan
Kehamilan
dapat dibagi menjadi 3 trimester yaitu trimester 1, trimester 2, dan trimester
3, pada tiap trimester tersebut wanita hamil akan mengalami perubahan-perubahan
fisik. Perubahan fisik tersebut dapat menimbulkan kecemasan. Kecemasan terhadap
perubahan fisik pada trimester 1 yaitu mual-mual, muntah-muntah, pusing, cepat
lelah dan capek. Sedangkan perubahan psikologisnya adalah wanita hamil mudah
marah, mudah tersinggung, dan sebagainya pada trimester 1 wanita hamil lebih
cemas dan takut akan keguguran. Hal ini dikarenakan pada fase ini perkembangan
bayi belum terlihat jelas dan lemah. Pada trimester ke-2 ibu hamil biasanya
sudah bisa menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada
trimester 1. Ibu hamil pada trimester ke-2 mulai merasakan adanya gerakan janin
di dalam perutnya. Apabila wanita hamil tidak dapat merasakan gerakan-gerakan
bayi dalam kandungannya maka akan muncul kecemasana. Kecemasan ini berasal dari
ketakutan ibu hamil akan berkembangnya janin yang ada di dalam perutnya. Apakah
bayi yang ada di dalam kandungannya masih hidup atau mengalami suatu gangguan.
Pada wajah ibu hamil juga akan muncul bercak kecoklatan pada kulit hidung dan
pipi. Wanita hamil yang selalu memperhatikan kecantikan wajahnya akan merasa
cemas dengan kecantikannya. Pada trimester ke-3 kecemasan akan kembali muncul
ketika akan mendekati proses persalinan. Ibu hamul akan ditakuti oleh kesakitan
yang luar biasa ketika akan melahirkan bahkan resiko kematian. Hal ini
disebabkan wanita hamil sering mendengarkan cerita-cerita, baik dari tetangga
mabupun ibu-ibu yang pernah melahirkan. Apakah ia bisa melakukan proses
mengejan dengan baik agar proses persalinan berlangsung dengan lancar. Jika
wanita hamil lemah, maka akan mempersulit proses melahirkan nanti.
Ø
Masa
persalinan dan kecemasan
Tahap
Persalinan
Pembagian tahap persalinan dibagi dalam 4 kala yaitu :
1) KALA I
Kala I adalah kala pembukaan serviks yang berlangsung antara
pembukaan nol sampai pembukaan lengkap ( 10 cm ) pada primigravida kala I
berlangsung kira – kira 13 jam, sedangkan pada multigravida kira – kira 7 jam. Proses pembukaan serviks sebagai his dibagi dalam 2
fase :
a) Fase Laten,
berlangsung selama 8 jam. Pembukaan sangat lambat sampai mencapai ukuran
diameter 3 cm.
b) Fase Aktif,
dibagi dalam 3 fase lagi, yaitu :
(1) Fase
Akselerasi, yaitu dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm.
(2) Fase Dilatasi,
yaitu dalam waktu 2 jam pembukaan sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.
(3) Fase
Deselerasi, yaitu pembukaan menjadi lamban kembali dalam waktu 2 jam pembukaan
9 cm menjadi lengkap.
Fase – fase tersebut
dijumpai pada primi maupun multigravida, tapi pada multigravida fase laten,
fase aktif dan fase deselerasi menjadi lebih pendek (Arif Mansjoer, 2000 :
292).
2) KALA II
Kala II adalah kala
pengeluaran janin dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm ) sampai bayi lahir,
proses ini biasanya berlangsung 1,5 – 2 jam pada primigravida dan 0,5 – 1 jam
pada multigravida (Rustam Mochtar, 2000 : 95).
Kala II adalah
dimulainya dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses ini
biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi ( Gulardi Hanifa
Wiknjosastro,2000 ; 100 ).
Gejala utama Kala II :
a) His semakin,
dengan internal 2 – 3 menit dengan durasi 50 – 100 detik.
b) Menjelang Kala
II ketuban pecah ditandai dengan pengeluaran cairan secara mendadak.
c) Ketuban pecah
pada pembukaan mendekati lengkap dan di ikuti keinginan mengejan karena
tertekannya pleksus franken houser.
d) Kedua kekuatan, his dan mengejan lebih mendorong kepala
bayi sehingga terjadi :
(1) Kepala membuka pintu.
(2) Sub occiput sebagai hipomoglion
berturut – turut lahirubun – ubun besar, dahi, hidung, muka dan seluruh kepala
janin.
e) Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh putaran
paksi luar, yaitu penyesuaian kepala pada punggung.
f) Setelah putaran
paksi luar berlangsung, maka persalinan bayi ditolong dengan jalan :
(1) Kepala
dipegang pada os occiput dan dibawahi dagu, ditarik curam ke
bawah untuk melahirkan bahu depan dan curam keatas untuk melahirkan bahu
belakang.
(2) Setelah kedua
bahu lahir, ketiak dikait untuk melahirkan sisa badan bayi.
(3) Bayi lahir diikuti oleh sisa air ketuban.
3) KALA III
Kala III adalah Kala Uri yaitu dimulai segera setelah bayi
lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak boleh lebih dari 30
menit. Lepasnya plasenta sudah
dapat diperkirakan tanda – tanda dibawah ini :
a. Uterus menjadi
bundar.
b. Uterus terdorong
ke atas karena plasenta dilepas ke segmen bawah rahim.
c. Tali pusat
bertambah panjang.
d. Terjadi
pendarahan kira – kira 100 – 200 cc.
4) KALA IV
Kala IV adalah dimulai
dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post partum. Masa post
partum merupakan saat paling kritis untuk mencegah kematian ibu.
Pemantauan ibu setiap15 menit pada jam pertama setelah kelahiran plasenta dan
setiap30 menit pada jam kedua setelah persalinan. Jika kondisi ibu tidak
stabil, maka ibu harus dipantau lebih sering.
Pengawasan pada Kala IV
:
a. Periksa fundus
:
1) Setiap 15 menit
pada jam pertama setelah persalinan.
3) Masase fundus
jika perlu untuk menimbulkan kontraksi.
b. Periksa
kelengkapan plasenta untuk memastikan tidak ada bagian – bagian yang tersisa
dalam uterus.
c. Periksa luka
robekan pada perineum dan vagina yang membutuhkan jahitan.
d. Memperkirakan
pengeluaran darah.
e. Periksa apakah
ada darah keluar langsung pada saat memeriksa uterus, jika uterus berkontraksi
kuat, lokhia kemungkinan tidak lebih dari menstruasi.
f. Periksa untuk
memastikan kandung kemih tidak penuh.
g. Periksa kondisi
ibu setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 30 menit pada jam kedua setelah
persalinan, jika kondisi ibu tidak stabil pantau ibu lebih sering.
h. Periksa kondisi
bayi baru lahir :
1) Apakah bayi bernafas dengan baik.
2) Apakah bayi
kering dan hangat.
3) Apakah bayi
siap disusui atau pemberian ASI memuaskan.
( Gulardi Hanifa
Wiknjosastro, 2000 ; 119 )
Ø
Faktor – Faktor Yang
Mempengaruhi Persalinan
1. Power
Power adalah
kekuatan – kekuatan yang ada pada ibu seperti kekuatan His dan mengejan yang
dapat menyebabkan serviks membuka dan mendorong janin keluar. His yang normal
mulai dari salah satu sudut di fundus uteri yang kemudian
menjalar merata semetris ke seluruh korpus uteri dengan adanya
dominasi kekuatan pada fundus uteri dimana lapisan otot uterus paling dominan,
kemudian mengadakan relaksasi secara merata dan menyeluruh, hingga tekanan
dalam ruang amnion, kembali ke asalnya. (Sarwono, 2006 : 121).
2. Passage
Passage adalah keadaan jalan lahir, jalan lahir mempunyai
kedudukan penting dalam proses persalinan untuk mencapai kelahiran bayi. Dengan
demikian evaluasi jalan lahir merupakan salah satu faktor yang menentukan
apakah persalinan dapat berlangsung pervaginam atau sectio
sesarta. Pada jalan lahir tulang dengan panggul ukuran normal apapun
jenis pokoknya kelahiran pervaginam janin dengan berat badan yang normal tidak
akan mengalami kesukaran, akan tetapi karena pengaruh gizi, lingkungan atu hal
– hal lain. Ukuran panggul dapat menjadi lebih kecil daripada standar normal,
sehingga biasa terjadi kesulitan dalam persalinan pervaginam (Wiknjosastro,
Hanifa 2001 : 637 – 639).
Pada jalan lahir lunak yang berperan pada
persalinan adalah segmen bawah rahim, servik uteri dan vagina. Disamping itu
otot - otot jaringan ikat dan ligamen yang menyokong alat – alat urogenital
juga sangat berperan pada persalinan ( Rustam Mochtar, 2000 : 82 ).
3. Passanger
Passanger adalah janinnya sendiri, bagian yang paling besar dan
keras pada janin adalah janin, posisi dan besar kepala dapat mempengaruhi jalan
persalinan, kepala janin ini pula yang paling banyak mengalami cedera pada
persalinan, sehingga dapat membahayakan hidup dan kehidupan janin kelak, hidup
sempurna, cacat atau akhirnya meninggal. Biasanya apabila kepala
janin sudah lahir, maka bagian – bagian lain dengan mudah menyusul kemudian (
Rustam Mochtar, 2000 : 65 ).
4. Psikis
Psikis adalah
kejiwaan Ibu, ada keterkaitan antar faktor – faktor somatic (jasmaniah) dengan
faktor – faktor psikis, dengan demikian segenap perkembangan emosional dimasa
dari wanita yang bersangkutan ikut berperan dalam kegiatan mempengaruhi mudah
sukarnya proses kelahiran bayinya. (Rustam Mochtar, 2000).
Pada proses melahirkan bayi,
pengaruh – pengaruh psikis bisa menghambat dan memperlambat proses kelahiran,
atau bisa juga mempercepat kelahiran. Maka fungsi biologis dari reproduksi itu
amat dipengaruhi oleh kehidupan psikis dan kehidupan emosional wanita yang
bersangkutan. Untuk memperjelas
proses periode terakhir masa kehamilan yaitu melahirkan sebagai berikut :
Fenomena fisiologis pada kelahiran bayi yang normal
ditandai 3 tahap :
a. Proses pelebaran atau mengembang.
b. Proses melontarkan atau melahirkan.
c. Proses pot natal.
Proses mengembang atau melebarnya saluran vagina dan
ujung uterus pada tahap pertama berlangsung beberapa hari, disertai kontraksi –
kontraksi lemah dari otot uterus, disertai rasa sakit sedikit – sedikit yang
berlangsung berkepanjangan. Selama fase pelontaran bayi keluar, kontraksi –
kontraksi pada uterus berlangsung terus. Hal ini diakibatkan oleh karena otot –
otot pada ujung uterus yang bergerak memanjang (longitudinal) disertai otot
– otot yang bergerak secara sirkuler atau melingkar berbatasan dengannya,
kontraksi sirkuler tersebut bergerak semakin keatas, diikuti kesakitan –
kesakitan dan rasa nyeri yang semakin menghebat. Bagian bawah uterus dan vagina
kini menjadi sebuah kantong yang lembut dan longgar melalui mana kepala bayi
akan muncul keluar melalui vagina. Keluarnya bayi ini sebagian disebabkan oleh
kekuatan – kekuatan kontraksi otot – otot dan sebagian lagi oleh tekanan –
tekanan dari perut.
Fungsi – fungsi otot uterus, kontraksi – kontraksi
dan pelontaran bayi itu sangat bergantung pada rangsangan – ransangan saraf dan
rangsangan saraf ini bersumber pada satu tiga sistem yaitu :
a. Sistem saraf simpetetis yang menghambat
pelontaran janin.
b. Sistem saraf para simpatis yang melancarkan
pelontaran janin.
c. Saraf lokal dari ganglia yang ada dalam otot
– otot uterus dan ikut membantu kontraksi – kontraksi pelontaran.
Proses kelahiran bayi normal bergantung pada
interaksi harmonis dari macam – macam otot dan rangsangan saraf nadi, ini
sangat bergantung pada pengaruh – pengaruh ekstern terutama pengaruh emosi
wanita yang akan melahirkan, organ dan onderdil – onderdil dari fungsi
reproduksi bisa terhambat atau gagal beroperasi disebabkan oleh gangguan –
gangguan psikogen sebab bisa mengganggu proses rangsangan – rangsangan saraf
yang menstimulin bekerjanya organ tadi. Kelancaran sangat tergantung pada
interaksi yang harmonis dari rangsangan – rangsangan saraf – saraf yang
antogonistis atau berfungsi secara bertentangan itu. Dampak kerjasamanya diatur
secara otomatis yaitu proses yang terlampau cepat atau terlalu terburu – buru.
Secara otomatis akan mendapat perlawanan dari rangsangan – rangsangan saraf
yang inhibitif menghambat. Sebaliknya jika proses terlalu lambat, peristiwa ini
secara otomatis akan didorong oleh rangsangan – rangsangan saraf yang bertugas untuk
mempercepat atau memacunya. Terdapat anogonisme diantara tendens – tendens
psikis dan impuls – impuls, emosional, sistem saraf yang berotonomi yang
memberikan petunjuk, pengarahan pada proses fisiologi dari kelahiran dan
kehidupan psikis yang tidak disadari, kedua – duanya sangat bergantung pada
kemauan sadar. Fungsi sistem saraf yang berotonomi bisa diubah oleh obat –
obatan sedang kehidupan psikis yang tidak disadari atau dibawah sadar, bisa
dipengaruhi sedikit atau banyak oleh kesadaran wanita tadi. Maka diantara
kehidupan kesadaran dan kehidupan ketidak sadaran itu terjadi baik interelasi
langsung maupun interelasi tidak langsung. ( Rustam Mochtar, 2000 : 101 ).
5. Penolong
Penolong disini dokter, bidan yang mengawasi wanita
inpartu sebaik – baiknya dan melihat apakah semua persiapan untuk persalinan
sudah dilakukan, memberikan obat atau melakukan tindakan hanya apabila ada
indikasi untuk ibu maupun janin. ( Arif Mansjoer, 2000 : 294 ).
Ø
Indicator
Gejala Kecemasan
Penderita yang mengalami kecemasan biasanya memiliki
gejala-gejala yang khas dan terbagi dalam beberapa fase, yaitu :
- Fase 1
Keadan fisik sebagaimana pada fase reaksi peringatan, maka tubuh mempersiapkan diri untuk fight (berjuang), atau flight (lari secepat-cepatnya). Pada fase ini tubuh merasakan tidak enak sebagai akibat dari peningkatan sekresi hormon adrenalin dan non adrenalin.
Keadan fisik sebagaimana pada fase reaksi peringatan, maka tubuh mempersiapkan diri untuk fight (berjuang), atau flight (lari secepat-cepatnya). Pada fase ini tubuh merasakan tidak enak sebagai akibat dari peningkatan sekresi hormon adrenalin dan non adrenalin.
Oleh karena itu, maka gejala adanya kecemasan dapat berupa
rasa tegang di otot dan kelelahan, terutama di otot-otot dada, leher dan
punggung. Dalam persiapannya untuk berjuang, menyebabkan otot akan menjadi
lebih kaku dan akibatnya akan menimbulkan nyeri dan spasme di otot dada, leher
dan punggung. Ketegangan dari kelompok agonis dan antagonis akan menimbulkan
tremor dan gemetar yang dengan mudah dapat dilihat pada jari-jari tangan
(Wilkie, 1985). Pada fase ini kecemasan merupakan mekanisme peningkatan dari
sistem syaraf yang mengingatkan kita bahwa system syaraf fungsinya mulai gagal
mengolah informasi yang ada secara benar (Asdie, 1988).
- Fase 2
Disamping gejala klinis seperti pada fase satu, seperti gelisah, ketegangan otot, gangguan tidur dan keluhan perut, penderita juga mulai tidak bisa mengontrol emosinya dan tidak ada motifasi diri (Wilkie, 1985).
Disamping gejala klinis seperti pada fase satu, seperti gelisah, ketegangan otot, gangguan tidur dan keluhan perut, penderita juga mulai tidak bisa mengontrol emosinya dan tidak ada motifasi diri (Wilkie, 1985).
Labilitas emosi dapat bermanifestasi mudah menangis tanpa sebab,
yang beberapa saat kemudian menjadi tertawa. Mudah menangis yang berkaitan
dengan stres mudah diketahui. Akan tetapi kadang-kadang dari cara tertawa yang
agak keras dapat menunjukkan tanda adanya gangguan kecemasan fase dua (Asdie,
1988). Kehilangan motivasi diri bisa terlihat pada keadaan seperti seseorang
yang menjatuhkan barang ke tanah, kemudian ia berdiam diri saja beberapa lama
dengan hanya melihat barang yang jatuh tanpa berbuat sesuatu (Asdie, 1988).
- Fase 3
Keadaan kecemasan fase satu dan dua yang tidak teratasi sedangkan stresor tetap saja berlanjut, penderita akan jatuh kedalam kecemasan fase tiga. Berbeda dengan gejala-gejala yang terlihat pada fase satu dan dua yang mudah di identifikasi kaitannya dengan stres, gejala kecemasan pada fase tiga umumnya berupa perubahan dalam tingkah laku dan umumnya tidak mudah terlihat kaitannya dengan stres. Pada fase tiga ini dapat terlihat gejala seperti : intoleransi dengan rangsang sensoris, kehilangan kemampuan toleransi terhadap sesuatu yang sebelumnya telah mampu ia tolerir, gangguan reaksi terhadap sesuatu yang sepintas terlihat sebagai gangguan kepribadian (Asdie, 1988).
Keadaan kecemasan fase satu dan dua yang tidak teratasi sedangkan stresor tetap saja berlanjut, penderita akan jatuh kedalam kecemasan fase tiga. Berbeda dengan gejala-gejala yang terlihat pada fase satu dan dua yang mudah di identifikasi kaitannya dengan stres, gejala kecemasan pada fase tiga umumnya berupa perubahan dalam tingkah laku dan umumnya tidak mudah terlihat kaitannya dengan stres. Pada fase tiga ini dapat terlihat gejala seperti : intoleransi dengan rangsang sensoris, kehilangan kemampuan toleransi terhadap sesuatu yang sebelumnya telah mampu ia tolerir, gangguan reaksi terhadap sesuatu yang sepintas terlihat sebagai gangguan kepribadian (Asdie, 1988).